Oleh Tn. Victor Yeimo
Juru Bicara KNPB
ksanakan tugas dan melanggar mandat. Justru melakukan invasi dan aneksasi jingga sekarang. Solusi hukum satu-satunya adalah: Referendum baru yang sah dan adil di bawah pengawasan Internasional.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
๐๐ฝ๐ฎ ๐๐ฎ๐ป๐ด ๐๐ฒ๐ฟ๐ท๐ฎ๐ฑ๐ถ? UNTEA menyerahkan administrasi sementara West Papua kepada Indonesia. Tapi bukan kedaulatan. Karena menurut hukum internasional:
Kedaulatan hanya bisa lahir dari kehendak bebas rakyat asli wilayah itu.
๐๐ฒ๐ป๐ฎ๐ฝ๐ฎ ๐ฎ๐ฑ๐บ๐ถ๐ป๐ถ๐๐๐ฟ๐ฎ๐๐ถ ๐๐ฒ๐บ๐ฒ๐ป๐๐ฎ๐ฟ๐ฎ ๐ฑ๐ถ๐๐ฒ๐ฟ๐ฎ๐ต๐ธ๐ฎ๐ป ๐ธ๐ฒ๐ฝ๐ฎ๐ฑ๐ฎ ๐๐ป๐ฑ๐ผ๐ป๐ฒ๐๐ถ๐ฎ? Penyerahan ini terjadi atas dasar Perjanjian New York (1962), perjanjian bilateral antara Indonesia dan Belanda, yang disusun dan ditekan oleh Amerika Serikat, tanpa melibatkan rakyat Papua.
Tujuan tersembunyinya untuk nenghindari konflik militer antara Indonesia dan Belanda, menenangkan Indonesia agar tidak mendekat ke blok komunis, membuka jalan bagi eksploitasi sumber daya alam (Freeport).
PBB (lewat UNTEA) mengambil alih Papua hanya sementara (Okt 1962 โ Mei 1963). Setelah itu, administrasi diserahkan kepada Indonesia dengan satu syarat utama: Indonesia WAJIB menyelenggarakan โAct of Free Choiceโ yang bebas dan jujur sesuai prinsip internasional.
๐๐ฝ๐ฎ ๐๐๐ด๐ฎ๐ ๐๐๐ฎ๐บ๐ฎ ๐๐ป๐ฑ๐ผ๐ป๐ฒ๐๐ถ๐ฎ ๐๐ฒ๐๐ฒ๐น๐ฎ๐ต ๐บ๐ฒ๐ป๐ฒ๐ฟ๐ถ๐บ๐ฎ ๐ฎ๐ฑ๐บ๐ถ๐ป๐ถ๐๐๐ฟ๐ฎ๐๐ถ? Sesuai Perjanjian New York dan prinsip hukum internasional: Indonesia hanya diberi mandat administratif, bukan kedaulatan. Tugas utamanya:
1. Menjaga ketertiban dan kesejahteraan rakyat Papua.
2. Menjamin kebebasan berekspresi dan berpolitik.
3. Menyelenggarakan referendum. Dengan prinsip
Harus bebas, jujur, dan demokratis. Harus memungkinkan seluruh rakyat asli Papua menyatakan kehendaknya.
๐๐ฝ๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ต ๐๐ป๐ฑ๐ผ๐ป๐ฒ๐๐ถ๐ฎ ๐บ๐ฒ๐น๐ฎ๐ธ๐๐ฎ๐ป๐ฎ๐ธ๐ฎ๐ป ๐๐๐ด๐ฎ๐ ๐ถ๐๐ ๐๐ฒ๐๐๐ฎ๐ถ ๐ต๐๐ธ๐๐บ ๐ถ๐ป๐๐ฒ๐ฟ๐ป๐ฎ๐๐ถ๐ผ๐ป๐ฎ๐น? TIDAK. Indonesia gagal total. Bahkan melanggar hukum internasional. Bukti pelanggaran:
Militerisasi massif (invasi) sejak hari pertama masuk Papua (1963). Represi dan kekerasan terhadap rakyat sipil. Pepera 1969 dilakukan dengan sistem “musyawarah terpilih”:
Hanya 1.026 orang dipilih (dari 800.000 rakyat). Di bawah ancaman, intimidasi, dan kontrol penuh militer. PBB hanya โmencatat laporan,โ tanpa legitimasi hukum.
Menurut hukum internasional, ini bukan pelaksanaan hak menentukan nasib, melainkan simulasi kolonial yang bertentangan dengan: Resolusi PBB 1541 & 2625 (tentang penentuan nasib sendiri). Ini Prinsip jus cogens (hukum yang tidak bisa dikompromikan)
๐๐ฎ๐ด๐ฎ๐ถ๐บ๐ฎ๐ป๐ฎ ๐๐ป๐ฑ๐ผ๐ป๐ฒ๐๐ถ๐ฎ ๐๐ฒ๐ต๐ฎ๐ฟ๐๐๐ป๐๐ฎ ๐บ๐ฒ๐ป๐๐ฒ๐น๐ฒ๐๐ฎ๐ถ๐ธ๐ฎ๐ป ๐๐๐ด๐ฎ๐ ๐ถ๐๐? Menurut hukum internasional:
Jika Indonesia gagal melaksanakan tugas utamanya (referendum bebas), maka: status West Papua tetap wilayah non-self-governing (belum merdeka). Sehingga, kehadiran Indonesia di Papua adalah pendudukan ilegal. Maka, solusinya harus melalui mekanisme penentuan nasib sendiri yang sah.
Ini berarti: Indonesia harus mengulang proses dengan referendum yang adil dan diawasi internasional. Jika tidak, maka menurut pendapat hukum internasional (seperti Melinda Janki dan Richard Falk):
Papua berhak secara sah menolak kekuasaan Indonesia dan menuntut kemerdekaan penuh.
Jadi, status Indonesia adalah penjajah yang melakukan aneksasi dan invasi terhadap West Papua, dan hingga saat ini terus menjalankan operasi militer dan pendudukan ilegal melalui skema-skema kolonial seperti pemekaran wilayah, otonomi khusus, perampokan dan perusakan sumber daya alam (SDA), serta migrasi besar-besaran para pendatang yang mengancam eksistensi rakyat dan bangsa Papua secara sistematis.
Kesimpulan Hukum Internasional: Penyerahan administrasi ke Indonesia hanya sementara. Kedaulatan tetap milik rakyat Papua. Indonesia gagal melaksanakan tugas dan melanggar mandat. Justru melakukan invasi dan aneksasi jingga sekarang. Solusi hukum satu-satunya adalah: Referendum baru yang sah dan adil di bawah pengawasan Internasional.