Siaran Pers
Nomor : 005/SK-LBH-P/V/2025
BUPATI KABUPATEN NABIRE DAN KAPOLRES NABIRE SEGERA BEBASKAN 13 ORANG YANG DITAHAN PASCA KONFLIK SUMBER DAYA ALAM DI YARO KABUPATEN NABIRE
“Konflik Sumber Daya Alam Diselesaikan Dengan Mekanisme Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Bukan Dengan Praktek Penangkapan dan Penahanan sesuai KUHAP”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pasca pemberlakuan kebijakan Revisi UU Otsus yang memberikan kewenangan kepada Pemerintaj Pusat untuk menjalankan Politik Daerah Otonomi Baru di seluruh Tanah Air Papua telah memfasilitasi berbagai konflik terjadi salah satunya adalah Konflik Sumber Daya Alam. Secara hukum telah ada mekanisme hukum yang dibentuk untuk menyelesaiakan Konflik Sumber Daya Alam sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial sehingga akan sangat keliru dan dapat dikategorikan sebagai PRAKTEK KRIMINALISASI jika Aparat Kepolisian setempat mengunakan mekaniem Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dalam penyelesaiannya.
Secara khusus di Kabupaten Nabire Propinsi Papua Tengah Konflik Tanah atau Konflik Sumber Daya Alam terus berulang. Beberapa waktu lalu konflik SDA atau Konflik Tanah antara beberapa Marga kembali terjadi di Wilahah Atministrasi Kabupaten Nabire. Menurut Informasi, konflik SDA atau Konflik Tanah kali ini dengan melibatkan Orang Nomor Satu Kabupaten Nabire yang dibuktikan dengan adanya 2 (dua) surat yang dikeluarkan oleh Orang Nomor Satu Kabupaten Nabire yang ditujuhkan kepada salah satu kelompok Marga sehingga menimbulkan kemarahan sehingga terjadi keos yang berunung ada 13 (tiga belas) warga ditangkap dan ditahan Polres Nabire.
Untuk diketahui bahwa Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah kali ini terjadi di Yaro. Menurut informasi, sebelum ada praktek keos dan tangkap dan pemenjaraan sesunguhnya sudah ada penyelesaian di Kantor Polres Nabire dimana kedua belah pihak didudukan dan dimediasi langaung oleh Kapolres Nabire dan telah ada kesepahaman antara kedua belah pihak namun setelah adanya kesepakatan itu konflik kemudian terjadi lagi pasca ada 2 (dua) surat yang dikeluarkan oleh Bupati Kabupaten Nabire.
Atas dasar uraian diatas sudah dapat disimpulkan siapa pemucu konflik serta konflik apa yang terjadi. Selanjutnya mempertanyakan Profesionalisme Aparat Kepolisian dalam melakukan Penegakan Hukum atas Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah.
Pada prinsipnya secara hukum konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah adalah Konflik Sosial sebagaimana ditegaskan pada Pasal 5, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Melalui fakta adanya penangkapan 13 (tiga belas) orang masyarakat adat akibat Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah di Nabire itu menunjukan bukti bahwa Kapolres Nabire dan jajarannya telah mengabaikan mekanisme penyelesaian Konflik sesuai ketentuan Pasal 8 UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial
Sikap Kapolres Nabire yang melakukan Penangkapan dan Penahanan 13 (tiga belas) orang masyarakat adat tanpa memfasilitasi mediasi antara kedua belah pihak dan diselesaikan secara damai menimbulkan pertanyaan Dasar Hukum apa yang dijadikan pijakan oleh Kapolres Nabire dalam menyelesaiakan KONFLIK SOSIAL akibat Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah di Yaro Kabupaten Nabire, Propinsi Papua Tengah.
Terlepas itu, sikap dan tindakan Bupati Kabupaten Nabire yang mengeluarkan 2 (dua) suarat serta rekan suara yang menyatakan akan menangkap beberapa orang Masyarakat Adat yang terlibat dalam Konflik Sosial akibat Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah itu menunjukan bukti bahwa Bupati Kabupaten Nabire mengabaikan tugasnya untuk menciptakan peringatan dini sesuai perintah Pasal 10, Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Atas dasar uraian diatas, atas tindakan Kapolres Nabire dan jajarannya yang menangkap dan menahan 13 (tiga belas) Masyarakat Adat dalam Kasus Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah adalah murni tindakan penyalahgunaan kewenangan sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf q, Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Kepolisian Republik Indonesia. Sementara itu, atas tindakan Bupati Kabupaten Nabire yang mengeluarkan 2 (dua) surat dan rekaman suara yang menyatakan akan menangkap Masyarakat Adat dalam Konflik Sumber Daya Alam atau Konflik Tanah jelas-jelas membuktikan bahwa Bupati Kabupaten Nabire telah melakukan tindakan yang melanggar Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Yang bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
Berdasarkan uraian diatas maka kami Lembaga Bantuan Hukum Papua mengunakan kewenangannya sebagaimana diatur pada Pasal 100, Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menegaskan kepada :
1. Bupati Kabupaten Nabire dan Kapolres Nabire segera bebaskan 13 (tiga belas) Masyarakat Adat yang ditangkap secara sewenang-wenang;
2. Ketua Komisi ASN Republik Indonesia dan Ombudsmen Republik Indonesia segera berikan sangksi berat kepada kepada Bupati Kabupaten Nabire;
3. Ketua Kompolnas Republik Indonesia dan Propam Polda Papua segera Tangkap dan Adili Kapolres Nabire dan jajarannya yang menangkap dan menahan 13 (tiga belas) Masyarakat Adat secara sewenang-wenang;
4. Kapolda Papua Tengah segera mediasi kedua kelompok yang terlibat dalam Konflik Sumber Daya Alam sesuai mekanisme Undang Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial.
Demikian siaran pers ini dibuat, semoga dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Jayapura, 12 Mei 2025
Hormat Kami
Lembaga Bantuan Hukum Papua
*Festus Ngoranmele, S.H*
(Ditektur)